BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam era
globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang
dihasilkannya dapat dengan mudah melewati
batas negara. Pergerakan yang relatif bebas, barang dan jasa yang dihasilkan, ternyata bukan hanya telah menimbulkan saling
keterkaitan dan ketergantungan, tetapi juga
menimbulkan persaingan global yang semakin ketat. Adanya keterkaitan dan ketergantungan serta persaingan global
tersebut menyebabkan hampir semua kehidupan dalan suatu negara terpengaruhi oleh ekonomi
internasional. Dengan kata lain, dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, saat ini
dapat dikatakan tidak ada lagi negara-negara yang ”autarki”, yaitu negara yang hidup
terisolasi, tanpa mempunyai hubungan ekonomi, keuangan maupun perdagangan internasional
(ekspor-impor).
Kemampuan yang nyata dari suatu
bangsa dalam menghasilkan barang-jasa dan kenikmatan yang diperoleh setiap penduduk
(perkapita) atas hasil itu disebut dengan produktivitas perkapita atau lebih dikenal
dengan pendapatan perkapita. Suatu negara yang memiliki jumlah dan laju pertumbuhan
penduduknya juga masih tinggi, mempunyai tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan
negara yang penduduknya tergolong lebih
kecil dengan laju pertumbuhan rendah (Suseno Triyanto,1990) Kemampuan suatu
negara untuk menyediakan kebutuhan konsumsi penduduknya dapat dilihat dari tingkat dan laju
pertumbuhan konsumsi perkapita yang merupakan suatu indikator yang sangat bermanfaat untuk
mengukur tingkat kehidupan masyarakat.
Perubahan-perubahan yang terjadi (melalui laju
pertumbuhan seperti laju pertumbuhan ekonomi,
laju pertumbuhan penduduk, dan laju pertumbuhan perkapita) di dalam tingkat konsumsi penduduk akan merefleksikan tingkat
kehidupan masyarakatnya.
Indonesia merupakan negara sedang
berkembang dengan jumlah penduduk sekitar 214.854 (tahun 2005) dengan laju pertumbuhan
penduduk sebesar 1,34% per tahun (tahun
2005), memiliki tantangan yang cukup besar dalam menghasilkan barang-jasa dan kenikmatan yang diperoleh oleh setiap penduduk.
Dengan tingkat konsumsi masyarakat yang
semakin lama semakin meningkat yang dipicu oleh bertambahnya jumlah penduduk cenderung
mendorong Indonesia untuk melakukan perdagangan internasional dengan melakukan ekspor maupun impor. Keterbatasan
produktivitas barang dan jasa yang dihasilkan
di Indonesia akan mendorong dilakukannya impor dengan tujuan agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi guna
mencapai kemakmuran suatu negara.
Faktor-faktor yang mendorong
dilakukannya impor adalah: a.
Keterbatasan kualitas sumber daya manusia dan teknologi yang dimiliki
untuk mengolah sumber daya alam yang
tersedia agar tercapai efektifitas dan efisiensi yang optimal dalam kegiatan produksi dalam
negeri.
b. Adanya barang-jasa yang belum atau tidak
dapat diproduksi di dalam negeri.
c. Adanya jumlah atau kuantitas barang di dalam
negeri yang belum mencukupi.
Barang impor terdiri dari: a. Barang impor migas, yaitu: 1. Minyak.
2. Gas.
b.
Barang impor non migas, yaitu: 1.
Barang modal.
2. Bahan baku/penolong.
3. Barang konsumsi.
Contoh barang konsumsi terdiri
dari: a. Beras.
b. Tekstil c.
Susu, makanan, minuman dan buah-buahan.
d. Tembakau dan olahannya.
e. Alat-alat rumah tangga.
f. Dsb.
Negara Indonesia tentu memerlukan
input untuk menghasilkan produk. Input yang
diperlukan berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Variabel yang menentukan biaya input adalah harga dan jumlah
input tersebut. Dalam kegiatan produksi tentu
saja diperlukan cara produksi yang efektif dan efisien agar menekan biaya
produksi.
Hal ini didukung oleh teori
klasik yakni teori absolute advantage (keunggulan mutlak) oleh Adam Smith yang menyatakan bahwa setiap
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan
internasional (gain from trade) karena
melakukan spesialisasi dengan produksi
dengan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak., serta mengimpor barang jika negara tersebut
memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage).
Dan juga teori cost comparative dari David Ricardo yang menyempurnakan teori Adam Smith baik secara
cost comparative (labor efficiency) maupun
production comparative (labor productivity).
Faktor-faktor yang mempengaruhi impor barang konsumsi adalah valas (Dollar AS) dan Produk Domestik Bruto (PDB). Apabila
terjadi depresiasi rupiah maka nilai impor barang konsumsi akan mengalami
kenaikan. Hal ini akan mempengaruhi anggaran pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Apabila
kenaikan harga ini terjadi terusmenerus akan memicu terjadinya inflasi sehingga
pemerintah perlu melakukan pengendalian
terhadap jumlah impor barang konsumsi agar dampak dari kenaikan nilai impor
barang konsumsi tidak berpengaruh secara universal dan signifikan terhadap laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Realisasi
barang konsumsi impor pada tahun 2004 bernilai
sebesar US$ 3786,5 juta dan mengalami kenaikan pada tahun 2005 dengan nilai sebesar US$ 4620,5 juta. Kenaikan ataupun
penurunan jumlah dan nilai impor barang konsumsi
yang terjadi setiap tahunnya tentu saja dipengaruhi oleh nilai valas negara
yang berkaitan dan PDB. Berdasarkan
uraian - uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna penyelesaian skripsi dengan
judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Impor Barang Konsumsi di Indonesia.” 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka ada
rumusan masalah yang dapat diambil
sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam penulisan
skripsi ini. Selain itu, rumusan masalah ini diperlukan sebagai suatu cara untuk
mengambil keputusan dari akhir penulisan skr ipsi, antara lain : 1. Bagaimana pengaruh valas, dalam hal ini
adalah Dollar AS, terhadap perkembangan
nilai impor barang konsumsi di Indonesia.
2. Bagaimana pengaruh Produk
Domestik Bruto (PDB) dalam mendorong tingkat impor barang konsumsi guna mencapai kemakmuran
masyarakat.
Download lengkap Versi PDF